ORANG TUA HARUS TAHU... INILAH 7 Cara Mengatasi Anak yang Tidak Mau Mendengarkan Orang Tua
Friday, June 30, 2017
Edit
Berbicara
kepada anak dan mereka mau mendengarkan kadang menjadi tantangan
tersendiri bagi orangtua. Sering dijumpai saat kita berbicara justru
anak tidak mendengarkan dan tidak merespon. Ini bukan terutama kewajiban
anak harus mendengarkan setiap perkataan orangtua. Bukan tentang apa
yang disampaikan orangtua harus didengar anak. Bukan pula tentang
memaksa anak agar selalu mendengarkan setiap pembicaraan orangtua.
Anak-anak
memiliki banyak hal yang dipikirkan. Menarik minat mereka di tengah
banyak hal yang dipikirkannya memerlukan teknik berkomunikasi secara
efektif. Selain itu, terampil menjadi pendengar yang baik perlu
diajarkan sejak dini. Kelak ketika dewasa mereka memiliki keterampilan
mendengarkan yang baik. Bukankah tidak sedikit orang dewasa yang rajin
menyita perhatian orang lain tanpa diimbangi keterampilan
mendengarkan?
Sahabat Ummi, semoga langkah berikut ini memudahkan kita menarik minat anak mendengarkan pembicaraan kita.
1. Berbicaralah ketika kita sudah menarik minat perhatiannya
agaimana
cara merebut perhatian anak? Kita tidak bisa memberi perintah dengan
berteriak dari ruang sebelah. Atau menyuruh anak sarapan sementara kita
berbicara kepadanya sambil suntuk memainkan gadget. Cara seperti itu tidak efektif. Pembicaraan kita akan menjadi suara yang berlalu begitu saja.
Letakkan gadget.
Berjalanlah mendekati anak. Sejajarkan posisi komunikasi kita
dengannya. Bila anak posisinya duduk, kita duduk di sampingnya. Lalu
jalinlah koneksi. Menyentuh lengannya dengan lembut, atau bertanya, “Wah
lagi asik main apa ini?”, – merupakan cara menjalin koneksi. Kita
tunggu beberapa saat sampai anak menoleh dan menatap mata kita. Kemudian
berbicaralah padanya dengan santun. “Ayo, kita sarapan dulu.”
2. Jangan mengulang perintah yang sama
Bila
ajakan, perintah, pertanyaan belum direspon anak, kita tidak perlu
mengulangnya sampai beberapa kali. Selain komunikasinya tidak efektif,
hal ini disebabkan kita belum mendapat perhatian dari anak. Kita perlu
kembali menempuh langkah pertama di atas.
3. Menggunakan kalimat efektif
Kalimat
efektif memudahkan pendengar atau pembaca memahami isi pesannya.
Efektif memilih diksi, efektif merangkai kalimat, efektif intonasi
nadanya. Saat kita sudah merebut perhatiannya, memberi perintah atau
bertanya pada anak tidak perlu menggunakan kalimat-kalimat panjang.
Semakin panjang dan berbelit-belit akan menurunkan minat anak untuk
mendengarkannya.
Singkat
dan jelas. Ini keterampilan berkomunikasi yang patut dilatih di tengah
kebiasaan kita yang cerewet dan gemar mengulang-ulang satu perintah.
Bila cukup dengan kalimat: “Ayo kita shalat,” tak perlu kita berceramah
panjang lebar tentang shalat.
4. Melihat dari sudut pandang anak
Untuk
menjalin komunikasi efektif dengan anak diperlukan kepiawaian memasuki
dunia anak dan melihatnya dari sudut pandang mereka. Kita yang sedang
sibuk beraktivitas rasanya enggan juga diminta untuk tiba-tiba
menghentikannya. Anak pun demikian: mereka memiliki dunia sendiri yang
kadang terlewat dari pertimbangan sikap berpikir orangtua.
“Asik
ya bermain bongkar pasang. Sekarang kita shalat dulu yuk!” atau kita
menggunakan simulasi ajakan yang lain. Prinsipnya melihat dari sudut
pandang anak untuk mengempati perasaannya.
5. Bekerja sama dengan anak
Resistensi
menerima perintah sudah menjadi naluri setiap orang. Tidak ada anak
yang suka diperintah. Alih-alih memberi perintah dengan bahasa yang
vulgar, kita bisa mencoba dengan teknik yang lebih manusiawi. Ajaklah
anak bekerja sama menentukan pilihan. “Waktunya mandi, sayang. Sekarang
atau lima menit lagi. Tidak pakai rewel ya.” Ketika lima menit sudah
lewat, ajaklah anak mandi.
Ini
memang tidak mudah. Saya sering terlibat tawar menawar. Anak menawar
sepuluh menit. Saya tawar tujuh menit untuk menghentikan permainannya. Deal. Tidak terasa kita sudah mengempati anak. Kehangatan bercengkerama tetap terjaga.
6. Mengendalikan marah
Jangan
memberi perintah atau nasehat ketika kita sedang marah. Ini sama sekali
tidak efisien. Kondisi marah menyebabkan kita sulit mengendalikan
pembicaraan. Komunikasi menjadi tidak efektif. Anak pun dicekam rasa
takut. Ia akan menghindar dari semua perkataan kita.
Tetap tenang. Tarik nafas. Memastikan emosi kita sudah tenang terlebih dahulu, baru kita berbicara pada anak.
7. Menjadi pendengar yang baik bagi anak
Langkah
ketujuh ini sepenuhnya bergantung pada sikap kita. Menuntut anak mau
mendengarkan, kita awali dengan memberi contoh bagaimana menjadi
pendengar yang baik. Komunikasi yang efektif dijalin dengan prinsip
keseimbangan. Kita dan anak menjadi komunikator yang baik, yang salah
satu unsurnya adalah keterampilan mendengarkan.
Semoga tujuh langkah ini menginspirasi kita memberikan pola asuh yang santun, manusiawi, dan memanusiakan anak.
(ummi-online/muslimahzone.com)